Kang Emil, Walikota yang mengerti Warganya
Muhammad Ridwan Kamil, S.T, M.U.D (lahir di Bandung, Jawa Barat, 4 Oktober 1971; umur 44 tahun) adalah Wali Kota Bandung periode 2013-2018. Sebelum menjadi pejabat publik, pria yang akrab dipanggil Kang Emil ini memiliki karier sebagai seorang arsitek dan dosen tidak tetap di Institut Teknologi Bandung. Emil merupakan putra dari pasangan Atje Misbach Muhjiddin dan Tjutju Sukaesih. Pada tahun 2013 Emil yang dari kalangan profesional dicalonkan oleh Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Gerindra sebagai walikota Bandung dengan didampingi oleh Oded Muhammad Danial sebagai calon wakil walikota. Dalam Rapat Pleno Komisi Pemilihan Umum Kota Bandung pada 28 Juni 2013, pasangan ini unggul telak dari tujuh pasangan lainnya dengan meraih 45,24% suara sehingga Pasangan Ridwan Kamil dan Oded Muhammad Danial ditetapkan menjadi pemenang dalam Pemilihan umum Wali Kota Bandung 2013.
Pendidikan
- SDN Banjarsari III Bandung 1978-1984
- SMP Negeri 2 Bandung 1984-1987
- SMA Negeri 3 Bandung 1987-1990
- Sarjana S-1 Teknik Arsitektur Institut Teknologi Bandung 1990-1995
- Master of Urban Design University of California, Berkeley 1999-2001
Karier
Setelah lulus S2 dari University of California, Berkeley, Ridwan Kamil melanjutkan pekerjaan profesional sebagai arsitek di berbagai firma di Amerika Serikat. Sebelumnya Ridwan Kamil memulai karier bekerjanya di Amerika sesaat setelah lulus S1, akan tetapi hanya berkisar empat bulan ia pun berhenti kerja karena terkena dampak krisis moneter yang melanda Indonesia saat itu. Tidak langsung pulang ke Indonesia, dia bertahan di Amerika sebelum akhirnya mendapat beasiswa di University of California, Berkeley. Selagi mengambil S2 di Univesitas tersebut Ridwan Kamil bekerja paruh waktu di Departemen Perancanaan Kota Berkeley. Pada tahun 2002 Ridwan Kamil pulang ke tanah kelahirannya Indonesia dan dua tahun kemudian mendirikan Urbane, perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa konsultan perencanaan, arsitektur dan desain. Kini Ridwan Kamil aktif menjabat sebagai Prinsipal PT. Urbane Indonesia, Dosen Jurusan Teknik Arsitektur Institut Teknologi Bandung, serta Senior Urban Design Consultant SOM, EDAW (Hong Kong & San Francisco), dan SAA (Singapura).
Urbane adalah perusahaan yang didirikan oleh Ridwan Kamil pada tahun 2004 bersama teman-temannya seperti Achmad D. Tardiyana, Reza Nurtjahja dan Irvan W. Darwis. Reputasi Internasional sudah mereka bangun dengan mengerjakan projek-projek di luar Indonesia seperti Syria Al-Noor Ecopolis di negara Syria dan Suzhou Financial District di China. Tim Urbane sendiri terdiri dari para profesional muda yang kreatif dan berpikir idealis untuk mencari dan menciptakan solusi mengenai masalah desain lingkungan dan perkotaan. Urbane juga memiliki projek berbasis komunitas dalam Urbane Projek Komunitas dimana visi dan misinya adalah membantu orang-orang dalam sebuah komunitas perkotaan untuk memberikan donasi dan keahlian-keahlian dalam meningkatkan daerah sekitarnya.
Urbane telah banyak dianugrahi penghargaan-penghargaan dari media internasional seperti BCI Asia Awards tiga tahun berturut-turut pada tahun 2008, 2009 dan 2010 dan juga BCI Green Award pada tahun 2009 atas projek desain Rumah Botol (dari botol bekas). Urbane juga sering mengikuti kompetisi di bidang desian arsitektur tingkat nasional seperti Juara 1 kompetisi desain Museum Tsunami di Nangro Aceh Darrussalam tahun 2007, Juara 1 kompetisi desain kampus 1 Universitas Tarumanegara tahun 2007, Juara 1 kompetisi desain Fakultas Ilmu Budaya di Universitas Indonesia tahun 2009, juara 1 kompetisi desain Sanggar Nagari di Kota Baru Parahyangan di Kabupaten Bandung Barat dan juara 1 kompetisi desain Pusat Seni dan Sekolah Seni di Universitas Indonesia tahun 2009.
Jatuh Bangun Dalam Membangun Kota Bandung
“Negeri ini butuh banyak pemuda pencari solusi, bukan pemuda pemaki-maki,” – Ridwan Kamil
Siapa yang tak kenal dengan sosok bernama Ridwan Kamil. Seorang pria
yang namanya kian meroket sejak terpilih sebagai walikota Bandung pada
tahun 2013 lalu. Beliau adalah salah satu orang yang telah membuat
perubahan besar-besaran terhadap kota Bandung. Selain punya prestasi
tinggi di bidang politik, pria yang akrab disapa Kang Emil ini juga
dikenal sebagai seorang arsitek ber tangan dingin.
Kang Emil lahir dari pasangan Dr. Atje Misbach (alm) dan Dra. Tjutju
Sukaesih. Berawal dari seorang arsitektur kini telah menjadi salah satu
orang yang disegani dan diakui dunia. Perjalanan karir walikota "gaul"
ini terbilang sangatlah sulit, banyak sekali hambatan dan rintangan yang
di alami Kang Emil dalam menghadapi kenyataan hidup yang pahit ini.
Sama seperti kebanyakan orang, Kang Emil tak luput dari peristiwa "jatuh
bangun" dalam membangun kesuksesan hidupnya. Mulai dari makan satu kali
hingga mengaku menjadi orang miskin karena tidak bisa membiayai biaya
kelahiran anak pertamanya, inilah kisah sukses Kang Emil dari nol hingga menjadi walikota Bandung yang sangat disegani.
Moral dan Etika adalah hal yang selalu dijaga Kang Emil
Dalam kehidupan masa kecilnya Kang Emil selalu dinasihati oleh orang
tuanya agar selalu mengerti moral dan etika. Bagi kedua orang tuanya
perkara kecerdasan dan kepintaran bukanlah yang paling utama.
Bagi Kang Emil dan keluarganya, mengenyam pendidikan tinggi adalah
sebuah keharusan. Ayahnya adalah dosen di Fakultas Hukum Universitas
Padjajaran, sedangkan ibunya tercatat menjadi dosen di UNISBA. Berada di
keluarga akademisi membuat Kang Emil pun menomorsatukan soal
pendidikan.
Namun bagi orang tua Kang Emil, tugas orang tua tak hanya mengantarkan
anak-anaknya menjadi pribadi yang cerdas secara intelektual saja. Kang
Emil juga dididik sedemikian rupa agar tumbuh sebagai pribadi yang
cerdas secara emosional dan spiritual. Salah satu prinsip hidup yang
diajarkan pada Kang Emil adalah tentang bagaimana bisa hidup dan
bermanfaat bagi orang lain.
“Kecerdasan dan kepintaran hanyalah kesia-siaan ketika kita tidak bisa membawa kebaikan untuk lingkungan sekitar.”
Nah, filosofi hidup inilah yang selalu dipegang oleh Kang Emil hingga
dewasa. Nilai yang mengakar dalam diri itulah yang membuatnya selalu
berusaha memberi manfaat bagi banyak orang, baik saat menjabat sebagai
walikota maupun lewat karya-karyanya sebagai seorang arsitek.
Hidup dalam kesederhanaan
Meskipun kedua orangtuanya bekerja, hal itu tidak lantas membuat Kang
Emil hidup dalam kondisi yang serba ada. Soal lauk sarapan misalnya,
membagi telur dadar menjadi lima bagian agar bisa dinikmati semua
anggota keluarga adalah hal yang biasa. Untuk pergi ke sekolah, Kang
Emil pun harus mau naik angkot atau bahkan berjalan kaki.
Kondisi ini membentuk karakter Kang Emil yang sadar betul arti dari
kerja keras. Untuk mencapai keberhasilan, seseorang harus kuat hati
menantang diri melawan rasa malas. Keterbatasan yang dimiliki tidak
membuat dirinya mudah menyerah sekaligus tak gampang jumawa meski sudah
berhasil membuat pencapaian dalam hidupnya.
Di sisi lain, perkara nilai-nilai keagamaan pun begitu lekat dalam diri
Kang Emil. Di setiap perjuangan yang dijalani, ia pun tak pernah alpa
meminta Tuhan merestui setiap langkah dan usaha.
Menjadi anak yang berprestasi
Prestasi gemilang tidak hanya diukir oleh Kang Emil di dunia kerja saja,
tapi sudah sejak berada di bangku Sekolah Dasar. Sejak kecil, pria
berkacamata ini memang selalu dapat membanggakan kedua orang tua dengan
nilai-nilai yang didapat. Begitu pula saat beliau masuk ke Sekolah
Menengah Pertama dan mulai disibukkan dengan kegiatan berorganisasi.
Dia selalu dapat membuktikan tanggung jawab dengan berhasil masuk
deretan lima besar di kelasnya. Image anak pintar yang cupu dan kurang
pergaulan sangat jauh dari sosok Ridwan Kamil. Selain cerdas, ia juga
dikenal aktif berorganisasi dan punya wajah yang boleh dibilang tampan.
Jika bicara soal prestasi dan penghargaan yang pernah diraih, dosen
Jurusan Teknik Arsitektur Institut Teknologi Bandung ini punya sekian
yang bisa dibanggakan. Diantaranya, di tahun 2012 Ridwan Kamil didapuk
sebagai salah satu Ikon Perubahan versi Majalah Gatra, sedangkan di
tahun 2013 dirinya mendapat “Urban Leadership Award” dari Penn Institute for Urban Researh, USA.
Menjadi arsitek hebat dan di akui dunia
“Pekerjaan paling menyenangkan di dunia adalah hobi yang dibayar.”
Sebelum menjadi walikota Bandung, Ridwan Kamil pernah menjadi seorang
karyawan dan menjadi seorang arsitek. Ridwan Kamil membuktikan bahwa
kalimat di atas memang benar adanya. Ya, hobi masa kecil Kang Emil
adalah melihat gambar-gambar gedung di luar negeri. Kebiasaan itulah
yang justru memberikan pengaruh positif pada Kang Emil untuk urusan
membuat desain-desain gedung karyanya.
Selain itu, Kang Emil jelas punya kemampuan intelektual yang tinggi
lantaran dirinya pun paling suka berimajinasi. Dan bekal ilmu yang
didapatnya di bangku kuliah membuatnya punya kemampuan untuk mewujudkan
imajinasinya tersebut. Hobi yang kemudian beralih jadi profesi, tidakkah
kamu bisa membayangkan betapa Kang Emil menikmati dunianya sekarang
ini?
Sempat down saat ayah meninggal
Setelah menamatkan pendidikan di bangku Sekolah Menengah Atas, Kang Emil
melanjutkan pendidikan ke Institut Teknologi Bandung di jurusan
arsitektur. Di sinilah kemampuannya sebagai seorang arsitek diasah
habisan-habisan. Sama seperti saat di SMP dan SMA, beliau juga aktif
berorganisasi. Bahkan, dia pun mencoba bisnis kecil-kecilan yakni
membuat ilustrasi dengan cat air dan maket untuk para dosen.
Namun saat hampir menyelesaikan pendidikannya, Kang Emil dilanda musibah
yang membuatnya demikian terpukul. Ya, kepergian sang ayah menjatuhkan
mental Kang Emil dan sempat membuatnya kehilangan arah. Tapi dengan
cepat Kang Emil berhasil menyembuhkan luka hatinya dan berjuang sekuat
tenaga untuk membuat ayahnya bangga di alam sana. Tuhan pun merestui
usaha keras seorang Ridwan Kamil. Ia lulus dengan nilai A++, sebuah
pencapaian yang jarang didapatkan oleh banyak mahasiswa.
Karir Menurun
Jalan karir seorang Ridwan Kamil bukannya tanpa hambatan. Ia pernah
hanya bisa makan sekali sehari dan bahkan tidak mampu membayar biaya
persalinan anak pertamanya saat di Amerika. Walikota Bandung ini pernah
dihadapkan dengan kesulitan saat meniti karirnya. Setelah lulus dan
sempat berkarir sebagai staf pengajar di almamaternya, beliau pergi
mengadu nasib ke Amerika. Dengan maksud bekerja di sana, Kang Emil
justru harus menelan pil pahit kegagalannya.
Hanya bekerja selama 4 bulan, setelah itu klien justru tidak mau
membayar hasil pekerjaannya. Hal tersebut diduga karena kondisi krisis
yang saat itu melanda di Indonesia. Selanjutnya, Ridwan Kamil sempat
bertahan hidup dengan hanya makan sekali sehari agar hanya perlu
mengeluarkan uang 99 sen. Dia bekerja paruh waktu di Departemen
Perencanaan Barkeley. Beliau juga harus menguras tenaganya karena disaat
bersamaan sedang menyelesaikan pendidikan S2-nya dari program beasiswa.
‘Badai hidup’ seolah tak mau menjauh dari sosok Ridwan Kamil. Di tengah
kondisi finansial yang tidak kondusif, istrinya hamil dan ketika waktu
persalinan datang dia tidak punya uang. Terpaksa ayah muda itu mengaku miskin agar mendapatkan fasilitas kesehatan gratis yang disediakan oleh pemerintah setempat.
Cinta tanah kelahiran
Setelah merampungkan pendidikan masternya, Ridwan Kamil mendapat
pekerjaan di firma arsitektur Amerika-Hongkong. Berkat pekerjaan barunya
ini, ia dan keluarga kecilnya bisa mendapat penghidupan yang layak.
Kang Emil pun semakin menikmati hidupnya di Negara Paman Sam tersebut.
Tapi suatu hari sang ibu berkata:
“Kalau mencari uang itu bisa ada gantinya, tapi kalau membuat orang lain pintar tidak akan terukur nilanya.”
Nasihat itu begitu membekas di benak Kang Emil dan membuatnya pulang
kembali ke tanah air. Sesampainya di Bandung, beliau langsung bergabung
sebagai staf pengajar di ITB. Selain itu bersama teman-temannya Kang
Emil juga mendirikan Urbane yang merupakan singkatan dari Urang Bandung
Euy, firma arsitektur yang boleh dibilang sangat sukses hingga diakui
secara internasional. Beberapa karyanya adalah Syria Al-Noor Ecopolis di
Syria dan Suzhou Financial District di China.
Keikhlasan Kang Emil meninggalkan pekerjaan di negeri orang justru
berbuah manis karena di Indonesia pun ia berhasil mengukir prestasi yang
luar biasa.
Menjadi pemimpin muda yang menginspirasi dan jadi kebanggaan Indonesia
Jangan ditanya soal bagaimana warga Bandung begitu mencintai dan
membanggakan walikotanya. Sekian kebijakan yang dibuat, berbagai
perbaikan, hingga usaha-usaha yang dilakukan demi membuat Bandung
semakin “cantik” jelas membuat Kang Emil semakin dielu-elukan orang Bandung.
Cara Kang Emil menjalin kedekatan dengan warganya melalui interaksi di
media sosial, kerendahan hatinya untuk turun ke jalan atau sekadar
bersepeda di jalanan kota Bandung, hingga kemunculan nya di gigs-gigs
anak muda jelas memberi kesan mendalam bagi warganya. Bahkan bagaimana
cara Kang Emil “mendidik” warganya untuk ‘ngepel jalan Braga’ pun mendapat tanggapan positif dalam kasus penyalahgunaan fasilitas umum yang sempat membuatnya geram.
Komentar
Posting Komentar